2019
Menteri PPPA Yohana Yembise Ajak Perempuan Gunakan Kapasitas Maksimal dalam Seminar BEM UPH ?Perempuan dan Kapabilitasnya?
Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) saat ini menjadi prioritas pembangunan pemerintah Indonesia dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Pembentukan SDM unggul harus dimulai sejak dini dan membutuhkan keterlibatan seluruh rakyat Indonesia. Namun persoalan yang dihadapi Indonesia dalam pengembangan SDM diantaranya masih adanya praktek diskriminasi terhadap kaum perempuan, dalam berbagai aspek baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sipil. Bentuknya pun bermacam-macam, antara lain kekerasan fisik maupun psikis, stigma negatif, domestikasi, dan marginalisasi. Isu ini tidak hanya terjadi pada pedalaman namun juga di daerah perkotaan yang lebih berkembang. Perempuan masa kini, terutama yang termasuk wanita modern, harus mengambil peran untuk membalikkan kondisi ini.
Merespon kebutuhan tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Pelita Harapan (BEM-UPH) bekerja sama dengan Yayasan Mandiri Kreatif Indonesia (YAMAKINDO) menggelar seminar yang bertema ?Perempuan dan Kapabilitasnya?, pada tanggal 7 September 2019, di D 501 UPH Kampus Lippo Karawaci, Tangerang. Seminar ini dihadiri kurang lebih 120 peserta yang terdiri dari mahasiswa UPH dan mahasiswa dari kampus-kampus sekitar Jabodetabek.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana S. Yembise, yang hadir dalam acara ini secara khusus mengingatkan mahasiswi UPH untuk menggunakan kesempatan belajar di perguruan tinggi sebagai batu loncatan guna mematahkan mata rantai domestikasi wanita di Indonesia.
?Mahasiswa di Indonesia ada 6,7 juta, dan 60%-nya adalah perempuan. Tapi, dari angka ini, 70% dari mahasiswa perempuan yang balik lagi ke pekerjaan-pekerjaan domestik setelah lulus,? katanya. ?Pemerintah maupun instansi-instansi swasta menggelontorkan banyak dana untuk beasiswa belajar, eh masa dipakai untuk balik ke dapur lagi?? tantangnya.
Dalam kehidupan pribadinya, Yohana sendiri juga berjuang untuk membuktikan kemampuannya. Dia mengejar gelar hingga S3 di universitas-universitas baik di dalam maupun luar negeri. Semangatnya untuk maju? ?I have quality. I have the capability. Saya percaya saya bisa, dan saya tabrak terus. Ini semangat yang harus kalian miliki sebagai perempuan yang diberi kesempatan belajar di perguruan tinggi,? ujarnya kepada hadirin.
Selain Yohana, hadir pula Budi Wahyuni, Wakil Ketua Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Beliau menambahkan pernyataan menteri, dan menekankan bahwa angka perempuan yang tinggi di perguruan tinggi tidak menjamin berhentinya tren domestikasi di Indonesia.
?Proses lulus S1, bahkan S2, tidak akan menambah keberdayaan wanita. Pada dasarnya, perempuan memang tidak memiliki kesempatan untuk mengambil keputusan. Pada dasarnya, yang harus diubah adalah sistem pendidikan ? pertama di rumah, kemudian di sekolah. Dunia pendidikan harus berubah. Kalau di dunia pendidikan masih ada kekerasan terhadap perempuan, kita tidak akan maju,? katanya.
Dari sisi politik, Okky Asokawati, Direktur Rekatara Human Capital Development dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Komisi IX 2009-2018, turut mendorong kaum wanita untuk berani masuk ke ranah politik.
?Kita belum memiliki banyak anggota perempuan di parlemen, meski memang ada kenaikan jumlah, dari 101 anggota DPR RI sekarang menjadi 115 anggota DPR RI pada periode 2019. Perempuan jangan alergi berpolitik. Menurut saya, natur perempuan itu lebih caring, jadi anggota DPR wanita biasanya akan lebih fokus pada pengaturan KB, BPJS, dan masalah-masalah kemanusiaan lainnya. Bila kita punya banyak anggota DPR wanita, isu-isu ini akan mendapat jauh lebih banyak perhatian. Sebagai perempuan, jangan segan mengedukasi diri kita dan masuk ke dunia politik,? katanya.
Selain Yohana, Budi, dan Okky, hadir pula Managing Editor The Jakarta Post Evi Mariani dan Runner Up Puteri Indonesia 2019, Agatha Aurelia. Masing-masing narasumber membagikan pengalaman serta insight mereka dalam menjalani kehidupan sebagai wanita yang mendobrak stereotype wanita sebagai masyarakat kelas dua.
Melalui seminar yang diadakan UPH bersama Yamakindo ini, Yohana mewakili pemerintahan mengapresiasi inisiatif UPH yang sadar akan pentingnya isu kesetaraan gender saat ini, dan bagaimana UPH menggaet mahasiswa untuk secara aktif menyadari peran mereka guna masa depan yang lebih maju dan adil.
?Acara seperti ini adalah salah satu gebrakan yang dibuat oleh UPH untuk jeli melihat bahwa isu kesetaraan wanita termasuk isu yang menarik saat ini. Juga, dengan melibatkan mahasiswi-mahasiswi di tempat ini, hal ini sangat penting untuk mempersiapkan mereka menjadi pemimpin-pemimpin di masa depan. Dengan pembekalan yang diberikan kepada mahasiswa UPH mengenai isu-isu saat ini, kaum wanita ke depannya diharapkan akan disiapkan dan diberi kesempatan yang lebih baik di masa-masa mendatang,? ujarnya.
Diharapkan melalui seminar ini, kaum perempuan, terutama mereka yang mendapat kesempatan belajar di perguruan tinggi, dapat didorong untuk berani mendobrak stereotype yang selama ini membendung kaum wanita, demi masa depan negara yang lebih baik. (ha)