23/11/2015 Uncategorized
Magister Ilmu Komunikasi (MIKOM) UPH bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), menyelenggarakan seminar bertema ?Hate Speech, Kenapa Diributkan?? di kampus Pascasarjana UPH, Plaza Semanggi, tanggal 21 November 2015
Magister Ilmu Komunikasi (MIKOM) UPH bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), menyelenggarakan seminar bertema ?Hate Speech, Kenapa Diributkan?? di kampus Pascasarjana UPH, Plaza Semanggi, tanggal 21 November 2015
Sejak Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengeluarkan Surat Edaran No. SE/6/X/2015 tanggal 8 Oktober 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech), kontroversi bermunculan. Berbagai kalangan masyarakat mengecam dan menuding Kapolri hendak merampas kebebasan menyatakan pendapat di Indonesia. Pimpinan Komnas HAM bahkan berkilah, ?Kita sudah berjuang berdarah-darah 16 tahun lalu, mengantarkan Indonesia ke alam demokrasi seperti sekarang, tetapi 16 tahun kemudian (sekarang), pengekangan ini tiba-tiba muncul,? ungkapnya. Kalangan LSM dan sejumlah media massa, khususnya media sosial, khawatir bahwa SE Kapolri akan mengekang kebebasan berbicara, termasuk kebebasan pers (freedom of the press).
Di pihak lain, tidak sedikit kalangan yang mendukung SE Kapolri. Partai Nasdem, misalnya, secara spontan menyatakan dukungan terhadap SE Kapolri dengan alasan bahwa kebebasan memang harus ada batasannya, tidak bisa tanpa batas. Beberapa tahun lalu Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (Pusat), Drs. Margiono, mengemukakan keprihatinannya terhadap kebebasan menyatakan pendapat di media sosial, seakan-akan di media sosial siapa saja boleh berbicara apa saja. Pada saat itu sebenarnya muncul wacana apakah perlu dibuat kode etik untuk media sosial.
Berangkat dari masalah ini, Magister Ilmu Komunikasi (MIKOM) UPH bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), menyelenggarakan seminar bertema ?Hate Speech, Kenapa Diributkan?? di kampus Pascasarjana UPH, Plaza Semanggi, tanggal 21 November 2015. Mengundang beberapa pembicara terkemuka yang ahli di bidang komunikasi politik serta perwakilan dari pihak Kepolisian RI, yaitu Brigjen Pol Drs. Agus Rianto, Karopenmas DivHumas POLRI, Ir. Azhar Hasyim, M.IT., Direktur e-Business, Kementerian Kominfo dan Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si., Dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta dan Pascasarjana Universitas Paramadina. Sebagai moderator, hadir Prof. Dr. Tjipta Lesmana, M.A., Ketua Panitia Seminar yang merupakan Ketua Program Studi MIKOM UPH.
Ia menjelaskan bahwa dalam SE yang termasuk ujaran kebencian antara lain, penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut dan penyebaran berita bohong. Lebih lanjut Brigjen Agus mengatakan bahwa SE Kapolri ini sebenarnya ditujukan untuk internal Polri saja, yaitu untuk distribusi A, B, C, dan D Mabes Polri, bukan untuk masyarakat dan bukan perintah untuk penegakan hukum tetapi mengupayakan pencegahan. ?SE adalah pemberitahuan mengenai tata cara yang berlaku atau ketentuan yang harus dilaksanakan. Sehingga SE ini bukan regulasi atau peraturan, jadi tidak memuat norma baru,? ungkapnya tegas.
Menanggapi pemaparan yang diberikan Brigjen Agus, Dr. Gun Gun, dari sudut pandang akademis, menyampaikan bahwa secara umum keputusan Kapolri untuk mengeluarkan SE tentang penanganan Hate Speech ini sangat baik. Menurutnya, SE ini adalah pedoman dan acuan bagi anggota Polri di lapangan ketika terjadi duagaan ujaran kebencian. Namun yang disayangkan Dr. Gun Gun mengenai isi SE ini, dan menjadi penyebab terjadinya kontroversi adalah adanya beberapa hal yang kurang sesuai dan tidak jelas.
?Jika kita mengacu kepada pengertian di atas, yang tentu saja telah digunakan di negara-negara maju, berarti ada ketidaksinkronan dengan bentuk Hate Speech yang disebutkan dalam SE, meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan, karena subjeknya individual, sehingga hal tersebut tidak termasuk dalam kategori Hate Speech. Seperti yang kita ketahui, untuk hal tersebut sudah ada peratuan dan undang-undang yang mengatur,? ungkap Dr. Gun Gun.
Mendukung Dr. Gun Gun dan Ir. Hasyim, Prof. Tjipta memberikan kesimpulan bahwa Polri membutuhkan tim panel yang terdiri dari para pakar dan ahli komunikasi politik untuk membahas SE ini agar menjadi lebih baik dan tidak menimbulkan keresahan dan kontoversi di antara masyarakat. Selain itu, ia juga berpesan kepada peserta yang hadir untuk menggunakan kebebasan berpendapat dengan bijaksana, karena segala sesuatu tetap ada batasan dan undang-undangnya. ?Kami berharap diskusi ini dapat bermanfaat dan disebarluaskan untuk kepentingan perbaikan SE dan mencegah berkembangnya Hate Speech,? tutupnya.
UPH Media Relations
|