NEWS & PUBLICATION

Teknologi Pangan UPH Adakan Seminar Untuk Mengangkat Kepedulian Keamanan Pangan

06/11/2015 Uncategorized

Teknologi Pangan UPH Adakan Seminar Untuk Mengangkat Kepedulian Keamanan Pangan

Menanggapi isu keamanan pangan yang dialami oleh seluruh negara termasuk Indonesia, Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Pangan mengadakan seminar terkait keamanan pangan

 
 
(ki-ka) Andry Panjaitan, Direktur FaST; Julia R. Wiajya, Ketua Jurusan Teknologi Pangan; Yohanes Budi Widianarko Rektor UNIKA Soegijapranata, Roy A. Sparringa Kepala BPOM RI,Manlian Ronald A. Simanjuntan, Dekan FaST,Adhi S. Lukman Ketua (GAPMI)
 
 

Sebagai upaya menanggapi isu keamanan pangan yang dialami oleh seluruh negara termasuk Indonesia, Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi  Pangan mengadakan seminar terkait keamanan pangan. Julia R. Wijaya, MaAppSc., Ketua Jurusan Teknologi Pangan mengatakan bahwa seminar kali ini adalah acara puncak dari Food Explore 8 yang bertema Call To Act! A little Awareness Prevents Future Anxiety.

 

Julia kembali menyatakan kembali keprihatinannya terhadap kondisi saat ini, dimana banyak pangan yang tidak memenuhi standar, terlebih terhadap pihak yang mengetahui suatu bahan berbahaya tapi masih menggunakannya, Julia juga prihatin akan kurangnya pemhaman masyarakat bahwa banyak bahan makanan yang tercemar dan tidak aman.

 

Dalam seminar ini juga, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UPH, Prof. Dr. Manlian Ronald A. Simanjuntak, ST., MT., D. Min menjelaskan kondisi saat ini terkait isu keamanan pangan. Ia mengapresiasi para pembicara yang hadir dalam seminar ini, yaitu Dr. Ir. Roy A. Sparringa, MappSc Ketua dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), Prof. Dr. Ir. Yohanes Budi Widianarko, M.Sc, Adhi S. Lukman Ketua dari Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMI), merupakan pembicara yang sangat penting dan vital. Untuk itu seminar kali ini diharapkan akan membuka wawasan dan menjadi motor untuk mengajak seluruh pihak, termasuk mahasiswa untuk memberikan awareness atau perhatian terhadap isu Keamanan Pangan.

 

Sebagai pembicara pertama di seminar ini, Dr. Ir. Roy A. Sparringa, MappSc memulai paparan dengan memberikan fakta bahwa keamanan pangan Indonesia sangat menyedihkan. ?Indonesia menempati posisi keenam terendah dari 8 negara dalam Global Food Security untuk indeks Food Safety, dimana Indonesia berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam, ? jelas Roy. Roy juga mengatakan bahwa cara sederhana dalam mengecek apakah pangan di Indonesia sudah aman atau belum adalah dengan melakukan uji kepada pangan yang paling banyak dikonsumsi masyarakat, dan di uji apakah ada bahan yang berbahaya. Dalam seminar ini, Roy juga menegaskan bahwa pangan yang tidak aman dapat menimbulkan berbagai penyakit, diantaranya Gastroenteritis akibat bakteri Salmonella, memicu penyakit kanker ketika suatu pangan terkontaminasi aflatoksin, dan berbagai penyakit lainnya.
 
?Keamanan pangan ini juga menjadi isu nasional dan pernah menjadi tema kesehatan dunia 2015, namun sayang gaungnya kurang terdengar dan hanya sebatas seremonial saja,? ungkap Roy.

 

 

Roy juga mengatakan bahwa sangat disayangkan hingga saat ini banyak hasil laporan dari BPOM RI yang tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah, karena keterbatasan tertentu seperti terbatasnya sumber daya manusia. Selain itu faktanya ada perbedaan antara persepsi konsumen dengan hasil pengawasan. Masyarakat sebagai konsumen belum memilikki awareness atau perhatian bahwa pangan yang dikonsumsi mungkin saja tidak aman, dan yakin tidak akan berbahaya bagi kesehatannya, konsumen sebatas mengetahui bahwa pangan tidak aman hanya karena bahan yang berbahaya seperti formalin, dan sebagainya. Padahal berdasarkan hasil pengawasan pangan, menurut Roy cemaran mikrobiologi  melebihi batas lebih dominan menjadi penyebab pangan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dibanding akibat bahan berbahaya.

 

Roy juga menambahi selain pemerintah, pelaku usaha, masyarakat atau konsumen, akademisi juga memiliki peranan penting untuk menunjang keamanan pangan melalui memberikan rekomendasi ilmiah bagi regulator, mengembangkan metode pengujian, memberi edukasi kepada konsumen, dan melakukan penelitian serta pengembangan aplikatif dan usaha.

 

Senada dengan Roy, Adhi S. Lukman Ketua dari Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMI), juga mengatakan bahwa akademisi memegang peran penting. ?Menurut WHO keamanan pangan merupakan tanggun jawab bersama dari berbagai pihak seperti pemerintah, dunia usaha, konsumen, tapi bagi saya akademisi juga perlu mengambil peran tanggung jawab dalan hal pengembangan budaya keamanan pangan dengan memberikan edukasi,? jelas Adhi. 
 
Adhi juga mengatakan bahwa isu keamanan pangan juga menjadi perhatian ASEAN, ditandai dengan munculnya AFBA atau Asian Food and Beverage Alliance yang mendorong agar seluruh industri terus memperhatikan keamanan pangan. Seluruh industri makanan dan minuman harus menerapkanalat untuk mengukur keamanan pangan seperti penggunaan GMP, QC, HACCP, dan yang terbaru FSSC 22000, untuk menjamin keamanan pangan dan kepuasan konsumen. ?Industri harus memiliki pemikiran bahwa menjaga keamanan pangan merupakan investasi, dan bukan biaya,? tegas Adhi.
 

 

Dalam menjaga keamanan pangan, tentunya Adhi mengatakan selalu ada tantangan. Tantangan itu antaralain keterbatasan pengetahuan, kesalahan dasar atau basic error dalam penyiapan makanan, pemakaian zat additive yang tidak sesuai (non-food grade adiitives).

 

Tantangan dalam meningkatkan keamanan pangan ini ada pada setiap sektor pangan, salah satunya yang menjadi fokus pembahasan Prof. Dr. Ir. Yohanes Budi Widianarko, M.Sc adalah pencemaran ekosistem laut yang berasal dari logam berbahaya seperti tembaga, timbal, dan kadmium, serta dari plastik. Bagaimana industri-industri di hulu menghasilkan limbah-limbah yang akhirnya teralirkan hingga ke pantai, sehingga hewan-hewan laut yang nantinya kita konsumsi mengandung logam berbahaya dan sampah plastik.
 
 
Permasalahan keamanan pangan ini memunculkan suatu masalah yaitu seafood paradoks, dimana seafood adalah sumber protein, mineral, asam amino dan cocok untuk ekonomi masyarakat, namun sayang keamanan seafood ini patut dipertanyakan. Tidak hanya logam, seperti yang sudah dikatakan sampah plastik menyumbang 10% dari total keselurahan sampah yang ada di Indonesia. Satu sisi plastik memiliki manfaat luar biasa, tapi di sisi lain plastik menjadi kontaminan jenis baru bagi pangan dan membahayakan konsumen.
 
 

 

Pembahasan yang berguna dari ketiga pembicara seminar ini mendapatkan respon positif, ditandai dengan banyaknya tanggapan yang diberikan peserta seminar. Seminar ini juga diharapakan menjadi media untuk mengajak bagi kurang lebih 170 peserta seminar yang terdiri dari mahasiswa baik dari jurusan teknologi pangan maupun jurusan lain, dan dosen UPH. 

 

 
Peserta Seminar
 
Narasumber Seminar dan Pemandu Acara

 

 UPH Media Relations