Dr. Martin L. Katoppo: Dedikasikan Inovasi Desain untuk Pemberdayaan Masyarakat.

“Sejak kecil, saya suka sekali menggambar. Lewat gambar, saya menyalurkan imajinasi dengan menciptakan karya secara detail dari sudut pandang yang berbeda,” ungkap Dr. Martin L. Katoppo, S.T., M.T.

Dr. Martin L. Katoppo, S.T., M.T., adalah Dosen Desain Interior di Universitas Pelita Harapan (UPH) yang memiliki latar belakang pendidikan arsitektur dan semangat besar untuk memajukan desain demi kesejahteraan masyarakat. Minatnya terhadap bidang arsitektur tumbuh sejak kecil; terinspirasi oleh sang ayah, Ernst Katoppo, seorang tokoh periklanan di Indonesia. Kemampuan menggambar serta kemampuannya melihat sesuatu dari sudut pandang berbeda membuat Martin semakin tertarik dan jatuh cinta pada dunia arsitektur dan desain.

Setelah menyelesaikan studi S1 Arsitektur di Universitas Kristen Indonesia (UKI) pada tahun 1998, ia melanjutkan pendidikan S2 di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada bidang Sejarah, Teori, dan Kritik Arsitektur. Lulus sebagai mahasiswa terbaik pada kedua jenjang pendidikan tersebut, Martin masih mempertanyakan makna dari profesi arsitek.

“Ada pergumulan dalam diri saya tentang siapa yang semestinya dilayani oleh profesi ini. Apakah hanya sebatas klien secara transaksional, atau dapatkah kita melayani masyarakat melalui karya yang mampu meningkatkan kualitas hidup banyak orang? Mengapa profesi ini membuat semua desain menjadi mahal dan tidak terjangkau? Mengapa profesi ini menjadi penyumbang limbah dan kerusakan lingkungan? Mengapa pendidikan arsitektur dan desain tidak menghasilkan lebih banyak arsitek dan desainer yang berfokus melayani masyarakat? Inilah alasan yang mendorong saya bergabung di dunia pendidikan di UPH sejak 2005. Saya ingin mengajarkan kepada mahasiswa sisi lain dari profesi arsitek atau desainer yang bisa berdampak positif bagi masyarakat,” ujarnya.

Filosofi Desain dan Pendekatan “Desain sebagai Generator”

Selama kariernya sebagai dosen, Martin mengembangkan pendekatan desain yang dikenal sebagai “Desain sebagai Generator” atau “Design as Generator” (DAG). Filosofi ini muncul dari keinginannya untuk melihat desain tidak hanya sebagai solusi visual dan fungsional, tetapi juga sebagai alat yang dapat membawa perubahan sosial. Pendekatan ini menempatkan desain sebagai sarana untuk memberdayakan masyarakat dan menciptakan karya-karya yang berkelanjutan.

Pendekatan “Desain sebagai Generator” pertama kali diterapkan dalam proyek “Rumah Besi” yang dibangun sebagai contoh rumah murah, sehat, dan berkelanjutan. Rumah yang merupakan kediaman Martin hingga saat ini, berhasil masuk nominasi IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) Award 2011. Namun, bagi Martin, kesuksesan proyek ini tidak diukur dari penghargaan, melainkan dari bagaimana desain dapat menciptakan perubahan sosial positif bagi masyarakat sekitar.

“Pendekatan DAG bertujuan menjadikan desain sebagai generator pemberdayaan masyarakat. Rumah Besi dirancang dan dibangun bukan hanya sebagai karya arsitektur yang baik secara fisik, tetapi juga sebagai wadah inovasi sosial yang memberdayakan masyarakat. Dengan mengembalikan desain pada esensinya, yaitu memberikan kualitas hidup yang lebih baik, memberdayakan, membebaskan, dan berkelanjutan, itulah alasan di balik penerapan DAG,” jelas Martin.

Martin kemudian membangun DAG sebagai metodologi memberdayakan masyarakat melalui inovasi desain sosial, yang menjadi state of the art disertasi S3 Martin di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB pada tahun 2017.

Dorong Inovasi dan Kepedulian Sosial melalui Pendidikan Desain

Sebagai akademisi yang berdedikasi, Martin pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi Desain Interior UPH dari tahun 2010-2013 dan juga pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Desain UPH sejak 2018-2024. Selama menjabat, ia terus mendorong pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan inovasi desain untuk perubahan transformasional situasi sosial yang memberdayakan masyarakat. Mata kuliah seperti “Desain Masyarakat dan Lingkungan” menjadi bukti nyata dari upayanya membawa mahasiswa untuk terjun langsung ke lapangan, memahami kebutuhan masyarakat, dan menciptakan solusi yang aplikatif.

“Melalui mata kuliah ini, saya bersama rekan dosen dan mahasiswa sejak tahun 2016 sampai sekarang masuk ke berbagai daerah di Jakarta, Tangerang, bahkan pedalaman Kalimantan untuk memberdayakan masyarakat melalui desain,” ujarnya.

Pada tahun 2018–2019, ia dan mahasiswa UPH dalam konteks Tugas Akhir merancang hunian berkelanjutan bagi masyarakat di bawah kolong jembatan di Jakarta Utara. Proyek ini merupakan respons kreatif atas kebutuhan ruang tinggal layak bagi komunitas yang kurang diperhatikan. Selanjutnya, pada 2019–2020, bersama Yayasan Pendidikan Pelita Harapan (YPPH), ia dan sekelompok mahasiswi UPH mendesain Sekolah Lentera Harapan (SLH) Rote di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT). SLH Rote adalah salah satu dari sekian banyak sekolah yang dibangun YPPH di daerah terpencil untuk memeratakan dan menyelenggarakan pendidikan berkualitas di seluruh Indonesia. Martin dan Tim mendesain SLH Rote dengan menggabungkan budaya lokal dan sistem pembelajaran modern.

Tidak berhenti di situ, Martin dan Tim Dosen lintas Fakultas di UPH turut berkontribusi dalam program pemberdayaan empat Rukun Warga (RW) kumuh di Jakarta Utara pada tahun 2021. Program ini adalah program kerja strategis Gubernur DKI Jakarta dan bekerja sama dengan Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (SDPRKP) Kota Administratif Jakarta Utara. DKI Jakarta. Kemudian pada 2022 dan 2023, ia dan tim UPH diminta oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merumuskan Standard Operational Procedure (SOP) dan Standar Teknis untuk peningkatan kualitas serta pencegahan permukiman kumuh. Dokumen tersebut kini menjadi landasan kebijakan bagi upaya pencegahan dan perbaikan kawasan permukiman kumuh di Jakarta.

Tidak hanya berfokus pada pendidikan dalam negeri saja, Martin juga terlibat dalam program internasional “Learning Express” (LeX) yang bekerja sama dengan Singapore Polytechnic (SP). Program ini mengajak mahasiswa dari berbagai negara untuk bekerja sama dalam merancang solusi desain yang kontekstual bagi masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.

“LeX yang berlangsung setiap tahun dua kali adalah program yang membawa mahasiswa beserta dosen UPH untuk berkolaborasi bersama masyarakat dan memberdayakan melalui inovasi desain sosial. Harapannya, dengan mahasiswa UPH mengikuti program-program hasil kerja sama internasional ini dapat memacu ide dan semangat mereka untuk terus menjadi berkat bagi banyak orang,” ujarnya.

 

Menyatukan Desain dan Pelayanan untuk Masyarakat

Bagi Martin, mendidik adalah bagian dari misinya untuk menjadi terang dan berkat bagi banyak orang. Ia berharap mahasiswa yang diajarnya tidak hanya terampil secara teknis, tetapi juga memiliki semangat untuk melayani masyarakat melalui desain. Ke depan, Martin ingin melihat arsitektur dan desain interior di Indonesia berkembang dengan tetap mempertahankan nilai-nilai keberlanjutan dan pemberdayaan sosial. Ia berpesan kepada mahasiswa untuk selalu berkarya dengan hati dan passion, menciptakan desain yang mampu memberikan kualitas hidup yang lebih baik bagi masyarakat.

“Menjadi seorang desainer itu berarti menghasilkan karya yang memberdayakan, membebaskan, dan berkelanjutan. Saya berharap, para mahasiswa setelah lulus dari UPH menyadari bahwa mereka bukan hanya akan menjadi desainer yang andal, tapi juga menjadi desainer yang memiliki passion untuk melayani dan menjadi berkat bagi sesama,” pesannya.

Dr. Martin L. Katoppo adalah contoh nyata dari seorang akademisi UPH yang memadukan visi, kompetensi, dan integritas untuk menciptakan perubahan. Perjalanan kariernya tidak hanya menginspirasi para mahasiswa, tetapi juga komunitas desain yang lebih luas di Indonesia.

Dengan dedikasinya untuk keberlanjutan dan pelayanan masyarakat, ia membuktikan bahwa desain dapat menjadi alat yang kuat untuk memberdayakan orang lain. Martin menjadi bukti nyata UPH dalam menghadirkan pendidik yang takut akan Tuhan, kompeten, dan siap berdampak positif bagi masyarakat.