NEWS & PUBLICATION

Fakultas Hukum UPH Bahas Penerapan dan Batasan Hak Imunitas Pada Advokat

13/04/2018 Uncategorized

Fakultas Hukum UPH Bahas Penerapan dan Batasan Hak Imunitas Pada Advokat

Dalam dunia hukum kita mengenal istilah ?advokat? yang mungkin tidak lagi asing, dimana profesi ini disebut sebagai officum nobile yang artinya pekerjaan yang mulia dan terhormat. Advokat sebagi profesi hukum dengan memiliki kekhasan yaitu adanya hak imun

IMG_9888.jpg
Seminar Fakultas Hukum UPH Menghadirkan Dr. Christine Susanti, S.H., M.H. ? Advokat sekaligus Dosen di FH UPH danViator Harlen Sinaga, S.H., M.H. ? Wakil Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia sebagai Narasumber, Dimoderatori oleh V. Esti P. S.H., M.Hum – Ketua Program Studi FH UPH

 

 

Dalam dunia hukum kita mengenal istilah ?advokat? yang mungkin tidak lagi asing, dimana profesi ini disebut sebagai officum nobile yang artinya pekerjaan yang mulia dan terhormat. Advokat sebagi profesi hukum dengan memiliki kekhasan yaitu adanya hak imunitas. Namun penting memahami apa dan bagaimana penerapan hak imunitas seorang advokat. Untuk itu Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (FH UPH) membahas ini melalui seminar dengan tema ?Penerapan dan Batasan Hak Imunitas bagi Advokat?, pada 12 April 2018 di Gedung D lantai 5 ruang 503 Kampus UPH Lippo Village.

 

Acara ini dihadiri kurang lebih 70 orang yang terdiri dari dosen dan mahasiswa FH UPH, dan mahasiswa dari universitas lainnya yaitu Universitas Tarumanegara, Unviersitas Islam Syekh Yusuf Tangerang, dan Universitas Paramadina. Untuk memperluas wawasan para peserta, seminar ini menghadirkan Viator Harlen Sinaga, S.H., M.H. ? Wakil Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia dan Dr. Christine Susanti, S.H., M.H. ? Advokat sekaligus Dosen di FH UPH sebagai narasumber.

 

V. Esti P. S.H., M.Hum sebagai moderator, mengawali seminar dengan menjelaskan arti advokat.

 

?Advokat adalah orang yang profesinya memberikan jasa hukum baik di dalam maupun luar pengadilan yang memenuhi persyaratan UU advokat. Dalam Undang-Undang dinyatakan bahwa advokat tidak bisa dituntut perdana dan perdata ketika bertugas untuk membela klien di luar atau dalam pengadilan, yang dijamin dengan hak imunitas. Inilah yang akan dibahas oleh kedua narasumber ktia hari ini,? tutur Esti.

 
IMG_9894.jpg 

Mengawali paparan, Dr. Christine Susanti membahas batasan hak imunitas seorang advokat dari sudut pandang standar internasional.

 
?Advokat disebut sebagai officum nobile yang artinya pekerjaan yang mulia dan terhormat. Hak imunitas yang dimiliki advokat akan selalu melekat pada profesinya. Artinya akan berlaku ketika ia menjalankan tugasnya dalam membela hak klien (pasal 16 dan 18 tahun 2003 ? tentang advokat). Artinya jika tidak sedang bertugas hak imunitas ini tidak berlaku. Dalam penerapannya pun hak imunitas ini harus sejalan dengan kode etik advokat yang harus dipatuhi sebagai hukum tertinggi. Dari sini kita sudah bisa lihat apa yang menjadi batasan dari hak imunitas tersebut yaitu, harus sesuai dengan kode etik dan hanya berlaku ketika advokat sedang bertugas membela klien. Selain itu ketentuan hak imunitas ini juga banyak diatur dalam ketentuan internasional, yaitu Basic Principles of The Role of Lawyers, IBA (International Bar Association) Standards for Independence of Legal Profession, dan  The World Conference of Independence of Justice, Montreal Canada 1983,? papar Dr. Christine. 
 
 

Dr. Christine  menyimpulkan bahwa hak imunitas seorang advokat harus digunakan tanpa menciderai hukum dan tanpa mempermalukan profesinya. Advokat harus menyadari peran atau fungsinya sebagai salah satu pilar dalam menegakan supremasi hukum dan HAM, serta tidak boleh melakukan tindakan yang menghalangi proses hukum. Hak imunitas terbatas pada itikad baik dalam menjalankan profesi dan kode etik, sehingga hak imunitas bukan hal yang absolut. 

 

 

IMG_9903.jpg 

Melanjutkan paparan, V. Harlen Sinaga juga memaparkan kode etik sebagai ketentuan tertinggi yang menjadi koridor pembatas profesi advokat. Menurut Harlen, kode etik merupakan norma dan asas yang diterima sekolompok tertentu, berkaitan dengan moral, dan diwujudkan dalam bentuk peraturan sebagai landasan tingkah laku dan akan ada sanksi ketika dilanggar. Kode etik advokat sendiri diatur dalam pasal 33 UU Advokat.

 

?Jadi kode etik sendiri berfungsi untuk menjaga kehormatan seorang advokat. Seorang advokat harus bersifat satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran yang dilandasi moral tinggi, luhur, dan mulia. Advokat berhak menolak memberikan bantuan jasa hukumnya ketika tidak sesuai dengan kode etik, tidak sesuai dengan keahliannya, dan tidak sesuai dengan hati nurani,? jelas Harlen.

 

Harlen juga membahas kode etik advokat yang di dalamnya mengatur hubungan antar advokat dengan klien. Dimana hubungan antara advokat dan klien menurut kode etik disebut sebagai hubungan kontraktual yang bersifat mengikat. Advokat harus menegakan proses hukum secara damai, tidak memberikan informasi yang menyesatkan klien, tidak diperkenankan menjamin klien pasti menang, dalam penetapan honorarium advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien, dan peraturan teknis lainnya. Selain mengatur hubungan advokat dengan klien, kode etik advokat juga mengatur hubungan antara advokat dengan teman sejawat dan ketentuan cara advokat dalam menghadapi perkara

 

 

Diakahir paparannya Harlen kembali menyimpulkan bahwa kode etik ini mampu mengarahkan advokat menjadi seorang yang berintegritas dan mengetahui batasan hak imunitas.

 

?Hak imunitas terbatas pada apa yang disebut itikad baik (good faith), artinya sesuai peraturan dan secara umum diartikan meliputi pada a honest belief (kepercayaan jujur), an absence of malice atau tidak ada niat curang, an absence of design to fraud atau tidak berencana menipu. Dan dalam UU Advokat pasal 16 itikad baik artinya advokat menjalankan profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan klien,? papar Harlen.

 

Baik Harlen maupun Christine berharap pembahasan ini mampu bermanfaat, fruitful, dan membawa peserta seminar semakin memahami profesi advokat dan batasan yang dimilikinya. Ini juga yang menjadi harapan dari FH UPH. Dr. Vellianan Tanaya, S.H., M.H., – Direktur FH UPH,  berharap agar peserta yang hadir dapat semakin menjunjung tinggi supremasi hukum dari profesi advokat dan mampu menjalankan profesinya sesuai dengan proses dan tujuan hukum. 

 
 
IMG_9874.jpg 
Pemberian Plaket kepada Dr. Christine dari Salah Satu Dosen di FH UPH
sebagai Bentuk Apresiasi
IMG_9924.JPG 
Pemberian Plaket kepada V. Harlen Sinaga oleh Dr. Velliana Tanaya
sebagai Bentuk Apresiasi

 IMG_9926.jpg  IMG_9933.jpg
 (kiri) Mahasiswa Fakultas Hukum UPH dan (kanan) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Memberikan Pertanyaan Diakhir Sesi Seminar

 
 
 
 
UPH Media Relations